Senin, 16 Juli 2012

Dampak Pariwisata Terhadap Populasi Penyu


bab i
Pendahuluan

A.     Latar Belakang

            Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan wisata dunia, karena merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan pusat keanekaragaman flora dan fauna. Beberapa pulau yang ada di Indonesia telah berkembang menjadi daerah tujuan wisata yang ramai dikunjungi baik wisatawan domestik maupun mancanegara, salah satunya adalah pulau Bali. Perkembangan pariwisata di Bali mampu memberikan kontribusi yang menjanjikan bagi perekonomian masyarakat daerah yang menjadi destinasi pariwisata.
            Perkembangan pariwisata di pulau Bali juga didukung oleh keadaan alamnya yang alami dan memiliki panorama yang indah, hal inilah yang menjadi alasan mengapa banyak orang datang ke Bali untuk berwisata. Aktivitas pariwisata di Bali seharusnya bisa memberikan banyak keuntungan bagi masyarakatnya dan juga bagi lingkungan tujuan wisata. Namun keadaan yang terjadi justru sebaliknya, aktivitas pariwisata tidak hanya berdampak pada perubahan sosial masyarakatnya juga berdampak merugikan bahkan cendrung merusak lingkungan yang ada. Perkembangan pariwisata di Bali menimbulkan pemikiran masyarakat yang berorientasi terhadap uang dan banyak masyarakat Bali menjual tanahnya untuk pembangunan vila atau hotel-hotel.
            Aktivitas pembangunan sarana dan prasarana hotel dan vila di Bali memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan flora dan fauna yang ada. Pulau serangan adalah salah satu daerah yang mengalami kerusakan flora dan fauna akibat kegiatan pariwisata. Rencana pembangunan resort untuk tujuan wisata di pulau serangan ini menyebabkan setiap kawasan di pulau serangan ini rusak parah. Belum lagi rencana pembangunan ini terhenti karena kurangnya dana dan krisis moneter yang terjadi beberapa tahun lalu. Hal inilah yang menyebabkan terganggunya keberlangsungan flora dan fauna di pulau serangan. Salah satu contohnya adalah keberlangsungan penyu di pulau serangan. Populasi penyu di pulau serangan mengalami penurunan tiap tahunnya, akibat terganggunya habitat penyu dan permintaan cindera mata berbahan dasar penyu yang banyak disukai wisatawan.
            Karena latar belakang inilah penulis bermaksud melakukan kajian mengenai “ Dampak Pariwisata Terhadap Penyusutan Populasi Penyu Di Pulau Serangan “     
B.     Rumusan Masalah
ü Bagaimana dampak pariwisata terhadap keberadaan populasi penyu di pulau serangan?
ü Apakah ada solusi untuk permasalahan akibat dampak pariwisata di pulau serangan?

C.     Tujuan Penelitian
 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak-dampak pariwisata terhadap lingkungan dan populasi penyu di pulau serangan.
 

bab ii


Tinjauan Pustaka


A.     Pulau Serangan

            Pulau serangan adalah salah satu kawasan yang secara geografis terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Lokasi pulau ini sangat strategis, dikelilingi destinasi wisata utama Tanjung Benoa dan Nusa Dua di selatan. Kawasan Sanur di sebelah timur daya, dan disebelah baratnya pelabuhan laut Benoa. Sedangkan jantung kota Denpasar ada di sebelah utara dengan jarak tempuh sekitar 15 menit. Luas wilayahnya 523 hektar, dengan lahan 48 hektar milik Desa Adat Serangan dan 476 hektar milik manajemen Bali Turtle Island Development (BTID). Hak kepemilikan tanah ini terbelah saat terjadinya reklamasi yang dilakukan BTID. Pulau Serangan masih dipertahankan sebagai ikon yang  diberkati dengan suasana keindahan laut dan keagungan rohani, sebuah definitif “Golden Island” (tanah yang ditutupi dengan pasir emas berkilauan), pernah memabukkan dan menawan pengunjung dengan cinta, harmoni dan kenangan.
          Kata Serangan disebutkan berasal dari kata “sira” dan “angen”. Dulu, dalam pelayaran yang melelahkan dari Makassar, para pelaut sering singgah di Serangan untuk mencari air minum. Setelah minum di sana, mereka pun akhirnya terkena pengaruh sira angen atau orang-orang disekitar sana menyebut merasa sayang atau kangen dengan Serangan. Sehingga, tak sedikit dari pelaut Bugis itu memutuskan menetap di sana. Di Pulau Serangan, satwa langka penyu sering mendarat untuk bertelur. Serangan juga menjadi surga bagi para pemuja keindahan alam bawah laut lantaran hamparan padang lamun di situ tumbuh subur. Di sanalah “rumah” yang nyaman bagi berbagai jenis ikan hias, ikan konsumsi, udang, kepiting dan berbagai biota laut lainnya. Pulau Serangan sebagai daerah dengan potensi besar yang dipenuhi dengan aspirasi, nilai-nilai sejarah dan budaya. Serangan yang mengekspos pulau sebagai daerah yang telah berhasil pencampuran suasana laut, spiritualitas dan budaya dengan getaran kreatif multikulturalisme, semangat komunitas,dan berkelanjutan. Untuk mengekspos pesona serangan, setiap tahun dirayakan sebuah festival yang disebut Pulau Serangan Green Festival.  Begitu banyak pesona yang di tawarkan di Pulau Serangan. Bila berkunjung ke tempat ini kita akan menemukan sebuah pura yang di kenal oleh masyarakat Hindu dengan Pura Sakenan. Nama  Pura Sakenan berasal dari kata sakya yang berarti menyatukan pikiran langsung kepada Tuhan. Tempat suci di Serangan dibangun oleh Mpu Kuturan pada abad ke-12 dan sebagian lagi oleh Danghyang Nirartha pada abad ke-15. Orang suci membangun tempat suci ini karena juga merasa sira angen dengan keindahan alam yang natural dan vibrasi spiritual Serangan. Maka, dibangunlah di situ tempat suci yang memiliki kekhasan arsitektur mirip dengan Pura Luhur Uluwatu yang berlokasi di ujung selatan Pulau Bali. Sementara itu, dalam “Dwijendra Tattwa” disebutkan bahwa Danghyang Nirartha di tempat suci ini sempat melakukan penyatuan pikiran dan diri dengan Tuhan. Dalam perjalanan suci mengelilingi pantai-pantai di Pulau Bali, beliau sempat menetap di Serangan. Di situlah beliau membangun Pura Dalem Sakenan. Kisah perjalanan Danghyang Nirartha ini akhirnya jadi tradisi masyarakat Hindu di seantero Bali di saat karya besar di Pura Dalem Sakenan yang bertepatan dengan Hari Raya Kuningan. Mengingat Pulau Serangan terpisah dari daratan Bali, para pamedek itu tangkil dari daratan Bali menuju Serangan dengan menaiki jukung. Saat air laut dalam kondisi surut, para pamedek harus siap berjalan kaki melewati semak belukar, menyisir hutan bakau yang panjangnya sekitar dua kilometer. Tradisi itu berlangsung dari masa ke masa.
            Beberapa puluh tahun yang lalu pulau Serangan merupan salah satu rumah bagi beberapa jenis penyu laut. Karenanya pulau ini dikenal dengan julukan “ Pulau Penyu ”. Pulau serangan dulunya adalah sebuah pulau kecil di sebelah tenggara Bali yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan perahu. Pulau Serangan yang ada saat ini merupakan hasil reklamasi putra mantan presiden Soeharto, Tommy Soeharto. Awalnya reklamasi ini bertujuan untuk membuat sebuah resort dengan kelengkapan tempat wisatanya, namun tidak terealisasi dan bahkan terabaikan pembangunannya. Akibat dari terabaikannya pembangunan yang ada menyisakan dampak yang serius bagi lingkungan di sekitar kawasan pulau Serangan. Terganggunya perkembangan flora dan fauna di pulau Serangan menjadi hal yang sangat serius yang harus diperhatikan.

           
B.     Penyu Laut

            Penyu merupakan hewan laut yang melambangkan keabadian, karena telah hidup ratusan juta tahun yang lalu. Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia ini tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil nafas. Itu karena penyu bernafas dengan paru-paru. Penyu umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 km dapat ditempuh dalam waktu 58-73 hari. Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, mulai dari 2 – 8 tahun. Penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, sedangkan yang betina sesekali ke daratan untuk bertelur. Penyu betina menyukai pantai berpasir yang sepi dari manusia, sumber bising, dan cahaya sebagai tempat bertelurnya. Pada saat mendarat gangguan cahaya ataupun suara dapat mengurungkan niat penyu untuk bertelur. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan oleh penyu, karena dari ratusan telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan tukik (bayi penyu) yang berhasil sampai ke laut, kembali, dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan pemangsa alaminya seperti kepitingburung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut menyentuh perairan dalam.
            Jenis-Jenis Penyu yang masih ada di dunia hingga sekarang adalah :
§  Penyu hijau (Chelonia mydas)
§  Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)
§  Penyu Kemp’s ridley (Lepidochelys kempi)
§  Penyu lekang (Lepidochelys olivacea)
§  Penyu belimbing (Dermochelys coriacea)
§  Penyu pipih (Natator depressus)
§  Penyu tempayan (Caretta caretta)

           Dari ketujuh jenis ini, hanya penyu Kemp's ridley yang tidak pernah tercatat ditemukan di perairan Indonesia. Dari jenis-jenis tersebut, penyu belimbing adalah yang terbesar dengan ukuran panjang badan mencapai 2,75 meter dan bobot 600 - 900 kilogram. Penyu lekang adalah yang terkecil, dengan bobot sekitar 50 kilogram. Namun demikin, jenis yang paling sering ditemukan adalah penyu hijau.
           Penyu hijau adalah salah satu jenis penyu laut yang umum dan jumlahnya lebih banyak di banding beberapa penyu lainnya.  Jenis seperti penyu belimbing di laporkan telah sangat berkurang jumlahnya dan termasuk salah satu jenis yang hampir hilang di perairan, hanya beberapa tempat yang masih sesekali menjadi tempat memijah bagi jenis penyu ini. Penyu belimbing adalah penyu yang di lindungi dan masuk dalam CITES (Convention on International Trade of Endangered Species). Meskipun jumlahnya lebih banyak di banding penyu lainnya, populasi penyu hijau tiap tahun berkurang oleh penangkapan dan membunuhan baik sengaja maupun tidak sengaja yang terperangkap oleh jaring. Penyu laut khususnya penyu hijau adalah hewan pemakan tumbuhan (herbivore) namun sesekali dapat menelan beberapa hewan kecil.  Hewan ini sering di laporkan  berada di sekitar padang lamun (seagrass) untuk mencari makan, dan kadang di temukan memakan macroalga di sekitar padang alga.  Pada padang lamun hewan ini lebih menyukai beberapa jenis lamun kecil dan lunak seperti (Thalassia testudinum, Halodule uninervis, Halophila ovalis, and H. ovata). Pada padang alga, hewan ini menyukai (Sargassum illiafolium and Chaclomorpha aerea).  Pernah di laporkan pula bahwa penyu hijau memakan beberapa invertebrate yang umumnya melekat pada daun lamun dan alga.

BAB III
Hasil dan Pembahasan

Sejak tahun 70-an industri pariwisata ada di Pulau Serangan, dengan turis yang datang untuk melihat penyu. Namun, pada akhir tahun 80-an, industri pariwisata itu berkembang ketika sekelompok investor mau membangun resort di Serangan, namanya Bali Turtle Island Development (BTID). Proyek yang direncanakan BTID adalah untuk membangun lapangan golf, resort, lagoon untuk sarana rekreasi air, yacht club, beach club house, pembangunan Superlot yang berupa villa, fasilitas penunjang pariwisata lainnya, serta marina atau ferry dan jembatan penyeberangan dari daratan pulau Bali ke Pulau Serangan. Selain itu, supaya proyek BTID lebih menarik masyarakat Bali dan Serangan, ada rencana untuk membangun pusat penelitian penyu dan bakau, kiosk dan restoran, serta perbaikan fasilitas pemukiman masyarakat seperti sarana air, listrik, wc umum dan lain-lainnya. Namun pembangunan BTID ini terhenti karena kurangnya dana dan krisis moneter yang terjadi. Hal ini menyebabkan kawasan pulau Serangan terabaikan dan rusak parah, serta menyebabkan terganggunya perkembangan flora dan fauna kawasan tersebut.
Selain kerusakan lingkungan akibat terhentinya pembangunan di kawasan pulau Serangan, aktivitas pariwisata juga menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan dan terhambatnya perkembangan flora dan fauna kawasan pulau Serangan. Kegiatan pariwisata dewasa ini memberi dampak yang merugikan bagi lingkungan perkembangan flora dan fauna karena aktivitas atau kegiatan pariwisata meningkatkan polusi bagi lingkungan, contohnya saja kerusakan air dan tanah akibat sampah yang tertimbun dan dibuang kelaut atau sungai. Pencemaran udara akibat transportasi yang digunakan oleh para wisatawan serta yang paling parahnya adalah banyaknya perburuan hewan-hewan langka yang dilindungi karena para pelaku wisata banyak yang menyukai cindera mata yang berasal dari hewan-hewan langka tersebut. Salah satu hewan yang menjadi korban akibat adanya kegiatan wisata adalah penyu.
Penyu yang banyak hidup di pulau Serangan mengalami penurunan populasi akibat perubahan iklim, lingkungan, dan aktivitas pariwisata. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, faktor pertama, adanya penangkapan penyu dengan sengaja yang bertujuan mengambil telur serta dagingnya untuk dijual dan dikonsumsi. Tidak cukup hanya telur dan dagingnya saja yang diambil, tempurung atau karapas penyu juga dijadikan alat untuk kepentingan berbisnis. Tempurung penyu diambil untuk dijadikan bahan baku kerajinan tangan karena memiliki motif dasar yang khas dan menarik. Umumnya tempurung yang digunakan adalah tempurung penyu sisik karena motif sisiknya yang unik dan indah. Sisik kerapas penyu sisik atau dalam bahasa Inggris disebut tortoishell atau bekko dalam bahasa Jepang ini bisa dibuat aneka cinderamata yang di sebagian masyarakat memunculkan kesan eksotik. Cinderamata yang dibuat antara lain cincin, gelang, sisir, korek api, dan kotak perhiasan. Faktor kedua yaitu karena perusakan pantai tempat penyu bertelur. Pembangunan berbagai resort, hotel dan kawasan perumahan di pantai mengancam kawasan penyu bertelur. Ini disebabkan penyu sangat sensitif terhadap cahaya, keramaian, dan bunyi bising sehingga membuat penyu takut mendarat untuk bertelur. Kehadiran manusia yang melakukan kegiatan disekitar kawasan penyu bertelur juga meningkatkan kadar gangguan terhadap penyu. Misalnya, gangguan yang ditimbulkan oleh lampu-lampu yang ada di pinggir pantai, menyalakan api unggun, mengambil gambar dengan blitz kamera, gangguan suara yang ditimbulkan oleh suara nyanyian orang-orang yang sedang mengadakan api unggun di pantai, olah raga air seperti jetski, dan kendaraan bermotor. Kegiatan lain seperti menambang pasir pantai, membuang sampah sembarangan juga merusak kawasan penyu bertelur. Anak-anak penyu yang baru menetas akan menuju ke arah pantai air dengan adanya petunjuk cahaya. Ini karena cahaya langit di atas laut lebih cerah daripada langit di daratan dan hal ini berlaku pada waktu siang dan malam. Cahaya buatan manusia pada waktu malam, seperti misalnya lampu dari hotel dan resort membuat anak penyu tersesat dan hilang arah. Sehingga menyebabkan mereka lengah dan mudah menjadi mangsa apabila siang tiba. Oleh karena itu penting untuk tidak memasang lampu yang mengarah ke pantai pada musim penyu bertelur untuk menghindari hal ini terjadi. Dan faktor yang ketiga adalah pencemaran laut akibat limbah plastik yang dibawa oleh para wisatawan dan dibuang kelaut, faktor-faktor inilah yang menyebabkan populasi penyu mengalami penurunan. Dan kegiatan pariwisata memberi dampak yang cukup besar yang menyebabkan populasi penyu menurun.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

            Aktivitas atau kegiatan pariwisata di kawasan pulau Serangan memberi banyak keuntungan bagi pemasukan devisa di sektor pariwisata, namun juga memberikan dampak yang merugikan bagi perkembangan populasi penyu di kawasan ini. Dari tahun ke tahun populasi penyu di pulau ini terus mengalami penurunan, meskipun sudah dilakukan upaya konservasi untuk menjaga populasi penyu di pulau ini.

Saran
            Saran penulis terhadap permasalahan ini adalah sebaiknya pulau Serangan dijadikan kawasan konservasi penyu yang alami tanpa adanya pembangunan tempat wisata yang dapat mengganggu habitat dan perkembangan penyu laut. Serta adakan pendekatan-pendekatan dengan anak usia dini dan mengajarkan kepada mereka untuk lebih mencintai alam dan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya serta melarang perburuan penyu untuk cinderamata dan memberikan sanksi yang tegas bagi yang melanggar.



 Daftar Pustaka


Balipost. (07 September 2010). Menyelami adat dan kebudayaan masyarakat bali. Balipost. Diakses dari http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=538
Muliartha. (30 November 2009). Penyu, Antara Pelestarian dan Upacara Agama. Diakses dari http://www.greenradio.fm/news/latest/1653-penyu-antara-pelestarian-dan-upacara-agama.html.
Putra, D. Akibat Kurang Dana, Konservasi Penyu Pulau Serangan Terancam Ditutup. Diakses dari http://www.indosmarin.com/20090220-akibat-kurang-dana-konservasi-penyu-pulau-serangan-terancam-ditutup.html

Woinarski, L. Dampak Pembangunan pada Lingkungan dan Masyarakat. Diakses dari http://books.google.co.id/book/about/Pulau_Serangan.html? id=B5SSHA AACAAJ.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar